MY LIFE SINOPSYS

Aku adalah gadis biasa, tak ada yang bisa kubanggakan atas diriku. Secara fisik aku tidak sesempurna Luna Maya. Tubuhku tak tinggi menjulang, sekitar 147cm dan berat 48kg. Sekilas tubuhku ideal, dada membusung besar, kulit coklat langsat (emang ada?) dan paras yang cukup cantik (kalo dandan). Secara finansial, aku bukan anak keluarga kaya, namun orang tuaku selalu mencukupi semua kebutuhan primer dan sekunder. Secara emosional, aku tak berbeda jauh dngan gadis kebanyakan, pernah alay, pernah pacaran, pernah pemurung, pernah main dan mengikuti arus yang lagi tren gitu.
Aku tak menyalahkan cara mendidik orang tuaku yang tak membentengiku dengan pondasi agama yang kuat. Orang tuaku hanya menanamkan karakter yang baik untuk terjun di masyarakat dengan kasih sayangnya bahkan tak jarang mereka memberi aku majalah yang mendididik. Aku juga tak menyalahkan acara televisi, dongeng masa kecil dan lingkunganku yang tak kondusif yang membuat aku harus mencari tentang tuhan sendirian. Aku tak menyalahkan keputusanku untuk tidak meneruskan TPA ke jenjang madrasah agama dan lebih memilih kursus bahasa Inggris di LPBA mandiri. Namun aku menyalahkan mengapa aku tak menyadari bahwa pondasi yang harus dibangun diatas segalanya adalah agama.
Sejak kecil aku sadar bahwa orang tuaku amat memanjakanku dan aku malu untuk menjadi anak manja sejak aku menonton film petualangan Sherina (kelas 4 SD). Aku memutuskan untuk serius mengikuti kegiatan pramuka, sedikit demi sedikit kemandirianku terasah, mengingat aku adalah anggota termuda. Hal tersebut dikarenakan aku sudah ikut pramuka sejak ku duduk di kelas 5 SD. Tak heran saat aku naik kelas 6, akulah pemimpin regu pramuka. Tak puas dengan hanya ikut pramuka, aku mendua dengan juga mengikuti dokter kecil. Terbersit di benak polosku bahwa suatu saat nanti akupun bisa jadi dokter.
Menginjak usia SMP aku masih polos dan tak tahu siapa diriku. Aku menyibukkan diri dengan mengikuti ekstrakurikuler PMR dan intarkurikuler OSIS. Di PMR aku berharap impianku untuk menjadi dokter bisa semakuin dekat. Karena aktif dan cerdas, aku terpilih menjadi sekretris di tahun pertama dan menjadi ketua PMR di tahun kedua. Terlalu banyak hal yang mendewasakanku dengan mengikuti dan membangun organisasi kecil itu. Tak hanya PMR, akupun aktif dalam OSIS meski tak terlalu eksis. Disisi lain, aku bukan gadis yang peduli dengan penampilanku, rambut berantakan, baju culun dan kulit hitam tak terawat. Namun demikian, masih ada juga yang menggebetku baik anakk OSIS maupun teman sekelas, meski semua ku tolak dengan alasan males pacaran.
Banyak hal hal kontras yang kualami di SMA terutama tentang cinta dan pendidikan. Aku sekolah di SMA NEKAT 1 (Negeri Kab.Tangerang 1), sekolah favorit. Secara acak aku mendapat kelas X8. Aku cukup bisa mengikuti pelajaran bahkan aku pernah ranking 1 meski hanya beberapa jam karena salah hitung. Di kelas itu, aku ditaksir oleh teman sekelas, seorang raja preman. Hey, siapa sangka seorang yang ku kira kasar tenyata hatinya begitu lembut. Tentu saja aku tak berpacaran dengannya, meski beberapa kali ngobrol berdua dan sekedar diantar pulang. Lain halnya dengan masa kelas XI, kebetulan aku masuk XI IPA 4, yang kusebut SELIP4T KANCUTE.  Prestasiku menurun drastis karena aku baru menyadari bahwa otakku adalah otak abstrak, tak bisa serius dan sistematis. Aku hanya mampu menduduki peringkat 7 dan 11. Disisi lain, aku ditaksir teman sekelasku, orang kaya yang intelek namun sudah punya pacar, pacarnya anak IPA 1. DIA ditaksir oleh anak IPA 3 yang culas, si IPA 3 ini menuduhku sebagai selingkuhan DIA. Saat aku menkonfirmasi ke pacarnya, aku dituduh melabrak pacarnya itu. Waktu menjawabnya, beberapa bulan kemudian si IPA 3 ini jadian dengan DIA. Untuk alibi, aku berpacaran dengan anggota forkis. Tak banyak yang kujalani dengannya, mungkin hanya butuh status saja walaupun aku belajar banyak tentang agama secara tak langsung dengannya. Sementara itu, aku ikut oraganisasi KIR dan menjabat sebagai wakil ketua dan masih melatih PMR di SMP. Aku ditaksir berat oleh kk kelas bernama septian (akan kuceritakan di lembar lain) yang mengobrak abrik ketenangan hidupku dan merubah banyak mindsetku. Ia memaksaku melihat kenyataan pergaulan di Tangerang. Lalu aku naik kelas XII. Aku mulai menyadari pentingnya belajar serius karena mendekati UN dan masuk perguruan tinggi. Akupun belajar giat dan menduduki peringkat 4 dan 6. Kak Septian selalu menghantui hidupku saat itu. Diujung kelas XII aku berpacaran dengan alumni NEKAT yang kuliah di UNDIP. Awalnya hanya berniat memanfaatkannya karena tugas praktek elektro dan teknik bangunan sangat butuh bantuan eksternal dan dia adalah orang yang paling tepat untuk membantu. Tak hanya itu, dia pun menyemangatiku untuk tidak berkuliah di UNTIRTA tapi ke Semarang agar dapat menemaninya. Dia adalah semangatku meski ku tahu dia adalah playboy dan berparas seperti onta arab. Hubungan kami kandas karena aku menghiannati janji untuk berkuliah di Semarang melainkan di Yogyakarta.

Kuliah di kota pelajar adalah impianku, namun siapa sangka ini adalah mimpi buruk yang belum berakhir. Banyak rahasiaku yang akan kutumpahkan di tulisan ini. (to be continue)


Komentar